Perjalanan Sultan Iskandar Muda ke Johor dan Malaka pada tahun 1612 memiliki dampak yang mendalam dalam sejarah Kabupaten Asahan. Perjalanan ini bukan hanya sekadar peristiwa historis biasa, tetapi menjadi tonggak awal bagi perkembangan wilayah ini menjadi apa yang kita kenal saat ini. Dalam cerita ini, kita melihat bagaimana sebuah perjalanan perdagangan dan politik dapat membentuk nasib suatu daerah dan membuka jalan bagi masa depan yang tidak terduga.
Pada tahun 1612, Sultan Iskandar Muda, penguasa Aceh yang berkuasa pada masa itu, memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Johor dan Malaka. Langkah ini tidak hanya dimotivasi oleh tujuan perdagangan, tetapi juga oleh keinginan untuk memperluas pengaruh politik dan memperkuat posisinya di wilayah tersebut. Dalam perjalanan yang panjang dan penuh tantangan ini, rombongan Sultan Iskandar Muda berhenti di sebuah kawasan di hulu sungai yang kemudian dikenal sebagai Asahan. Di tempat ini, mereka beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.
Tempat istirahat ini kemudian menjadi titik awal bagi perkembangan Kabupaten Asahan. Sultan Iskandar Muda dan rombongannya bertemu dengan Raja Simargolang, yang merupakan tokoh penting di wilayah tersebut. Di tempat ini juga, Sultan Iskandar Muda mendirikan sebuah pelataran sebagai "Balai" untuk tempat menghadap, yang kemudian menjadi pusat kegiatan administratif dan politik. Dengan adanya hubungan yang terjalin antara Aceh dan wilayah ini, perdagangan dan pertukaran budaya pun berkembang pesat.
Namun, perkembangan wilayah Asahan tidak berhenti di situ. Dari hasil perkawinan Sultan Iskandar Muda dengan putri Raja Simargolang, lahir seorang putra yang diberi nama Abdul Jalil. Abdul Jalil, yang merupakan cikal bakal dari kesultanan Asahan, kemudian dinobatkan menjadi Sultan Asahan I. Pemerintahan kesultanan Asahan dimulai pada tahun 1630, dengan Abdul Jalil sebagai pemimpinnya. Selama beberapa dekade, kesultanan Asahan tumbuh dan berkembang di bawah kepemimpinan para Sultan yang berbeda.
Pada tanggal 22 September 1865, wilayah kesultanan Asahan jatuh ke tangan Belanda. Sejak saat itu, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Belanda. Hal ini mengubah lanskap politik dan administratif wilayah tersebut secara signifikan. Belanda membagi wilayah pemerintahan menjadi beberapa bagian, termasuk Onder Afdeling Batu Bara, Onder Afdeling Asahan, dan Onder Afdeling Labuhan Batu. Meskipun Belanda telah menguasai wilayah ini, pemerintahan kesultanan Asahan dan pemerintahan datuk-datuk di wilayah Batu Bara tetap diakui.
Pada tanggal 13 Maret 1942, pemerintahan Belanda digantikan oleh pemerintahan Fasisme Jepang setelah Jepang berhasil menduduki Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang membawa perubahan besar dalam struktur pemerintahan dan kehidupan masyarakat di wilayah ini. Namun, setelah berakhirnya Perang Dunia II pada tanggal 14 Agustus 1945, pemerintahan Jepang dihapuskan, dan pada tanggal 17 Agustus 1945, Kemerdekaan Negara Republik Indonesia diproklamirkan.
Seiring dengan kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Asahan terus berkembang dan mengalami perubahan dalam struktur pemerintahannya. Pada bulan September 1945, Komite Nasional Indonesia Wilayah Asahan dibentuk sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 1945. Struktur pemerintahan Republik Indonesia kemudian diterapkan di Asahan pada tanggal 15 Maret 1946, dengan Abdullah Eteng sebagai kepala wilayah dan Sori Harahap sebagai wakil kepala wilayah. Wilayah Asahan dibagi menjadi lima kewedanan sebagai bagian dari struktur pemerintahan yang baru.
Perjalanan panjang Kabupaten Asahan melalui berbagai periode pemerintahan Belanda, Jepang, dan kemudian Indonesia telah membentuk identitas dan karakteristik unik wilayah ini. Seiring dengan berjalannya waktu, Kabupaten Asahan terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan mengembangkan potensi ekonomi dan sosialnya. Transformasi ini juga tercermin dalam perkembangan struktur pemerintahan dan administratif wilayah ini.
Pada pertengahan tahun 2007, Kabupaten Asahan mengalami pemekaran menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara. Pemekaran ini merupakan langkah strategis dalam upaya untuk lebih memperhatikan kebutuhan dan potensi wilayah masing-masing. Seiring dengan itu, Kabupaten Asahan terus berupaya untuk mengoptimalkan pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur demi meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Dalam konteks pembangunan dan kemajuan wilayah, peran serta masyarakat sangatlah penting. Partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan lokal akan menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, kerjasama antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan sektor swasta juga merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Dengan demikian, perjalanan panjang sejarah Kabupaten Asahan sejak zaman Sultan Iskandar Muda hingga saat ini merupakan cerminan dari ketahanan dan keteguhan hati masyarakatnya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan. Dengan memahami sejarah dan menghargai nilai-nilai warisan budaya lokal, Kabupaten Asahan dapat melangkah maju menuju masa depan yang lebih baik dan lebih sejahtera bagi seluruh warga dan generasi mendatang.