Libas.id - Inspektorat Kabupaten Asahan tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dana Biaya Operasional Kinerja (BOK) Dinas Kesehatan Asahan. Hal ini menyusul pengaduan yang dilayangkan Ketua Satuan Pelajar Mahasiswa Ikatan Pemuda Karya (SAPMA IPK) Kabupaten Asahan, Dicky Erianda, atau lebih dikenal dengan nama Nanda Saragi, yang menuding adanya pemotongan dana BOK sebesar 20 persen oleh Kepala Dinas Kesehatan Asahan, dr. Hari Sapna.
Pada audiensi yang dilakukan SAPMA IPK dengan pihak Inspektorat, Nanda mengungkapkan bahwa dugaan korupsi ini muncul setelah melakukan aksi unjuk rasa dan investigasi lapangan. Berdasarkan pantauan yang dilakukan, ia menemukan adanya ketidaksesuaian penerimaan dana BOK oleh tenaga medis dengan laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang diserahkan.
"Kami menduga ada manipulasi dalam LPJ tersebut, sehingga penerimaan yang seharusnya diterima oleh tenaga medis tidak sesuai," ujar Nanda.
Nanda juga menyesalkan hingga kini belum ada tindakan nyata yang diambil oleh pihak berwenang terkait dugaan pemotongan tersebut.
"Sampai detik ini, Kadis Kesehatan Asahan belum menerima sanksi apa pun, padahal dugaan pemotongan ini sudah kami sampaikan sejak lama," kata Nanda.
Kejaksaan Tunggu Hasil Inspektorat
Dalam audiensi tersebut, Nanda juga mempertanyakan keseriusan Inspektorat Asahan dalam menangani kasus ini. Menurutnya, pihak Kejaksaan Negeri Asahan tengah menunggu hasil temuan dari Inspektorat untuk menindaklanjuti dugaan korupsi tersebut.
"Kita juga menunggu hasil penyelidikan Inspektorat Asahan, karena Kejaksaan sudah siap menindaklanjuti temuan yang ada," jelas Nanda.
Di sisi lain, Sekretaris Inspektorat Asahan, Abdul Rahman, yang menyambut audiensi tersebut mengatakan bahwa pihaknya telah memulai proses penyelidikan terhadap dugaan korupsi dana BOK di Dinas Kesehatan. Hingga saat ini, penyelidikan baru mencakup enam puskesmas di Kabupaten Asahan. Namun, Abdul Rahman menyebut belum ditemukan bukti kuat yang mengindikasikan adanya penyimpangan dalam penggunaan dana tersebut.
"Pengawasan di enam puskesmas sejauh ini belum menunjukkan adanya bukti korupsi. Meski begitu, kami tetap melakukan pengawasan lebih lanjut," katanya.
Meski hasil sementara tidak mengungkap pelanggaran, Abdul Rahman menegaskan bahwa Inspektorat akan terus melakukan penyelidikan hingga keseluruhan puskesmas di Asahan diperiksa.
"Kami masih akan terus mendalami temuan ini, dan jika ada laporan dari masyarakat mengenai dugaan pelanggaran, kami siap menindaklanjutinya," tegas Abdul Rahman.
Pengawasan dan Dugaan Manipulasi LPJ
Nanda Saragi tetap meragukan hasil penyelidikan awal yang dilakukan oleh Inspektorat. Ia merasa bahwa penyelidikan yang hanya mencakup enam puskesmas belum cukup untuk memberikan gambaran yang jelas terkait dugaan pemotongan dana. Ia juga menyoroti masalah transparansi dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban yang diserahkan oleh Dinas Kesehatan Asahan.
Menurut Nanda, manipulasi LPJ sangat mungkin terjadi, mengingat keluhan yang datang dari tenaga medis sendiri.
"Kalau memang tidak ada korupsi, kenapa tenaga medis mengeluh tentang penerimaan yang tidak sesuai? Kami ingin ada transparansi yang lebih jelas," katanya.
Kasus ini sendiri bermula dari laporan sejumlah tenaga medis yang mengaku tidak mendapatkan dana BOK secara penuh. Hal ini memicu kecurigaan bahwa ada pemotongan dana di tingkat pimpinan, yang kemudian dilaporkan ke SAPMA IPK. Berdasarkan laporan tersebut, SAPMA IPK melakukan unjuk rasa untuk mendesak Inspektorat dan Kejaksaan agar segera menyelidiki dugaan tersebut.
Tantangan Penegakan Hukum di Daerah
Kasus dugaan korupsi dana BOK ini menambah daftar panjang tantangan penegakan hukum di tingkat daerah, khususnya dalam pengelolaan dana publik yang berkaitan dengan layanan kesehatan. Dana BOK sendiri merupakan anggaran yang dialokasikan untuk mendukung operasional dan kinerja tenaga medis di puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya. Namun, kasus seperti ini menunjukkan bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan justru berpotensi diselewengkan oleh oknum tertentu.
Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di Asahan. Beberapa kasus serupa juga pernah terungkap di daerah lain, di mana pemotongan anggaran sering kali dilakukan secara sistematis, dengan manipulasi laporan yang terstruktur. Sayangnya, kasus-kasus seperti ini sering kali sulit dibuktikan, terutama ketika tidak ada dukungan bukti yang cukup kuat.
Masyarakat Tunggu Tindakan Tegas
Meski belum ada bukti kuat terkait dugaan korupsi dana BOK, masyarakat Asahan dan SAPMA IPK masih menunggu hasil akhir dari penyelidikan yang dilakukan oleh Inspektorat dan Kejaksaan. Mereka berharap ada langkah konkret yang diambil, baik berupa klarifikasi resmi dari Dinas Kesehatan maupun sanksi tegas terhadap oknum yang terlibat, jika terbukti bersalah.
Bagi masyarakat, kasus ini bukan hanya soal dugaan korupsi, tetapi juga masalah kepercayaan terhadap lembaga yang bertugas mengawasi jalannya pemerintahan. Jika kasus ini tidak ditangani dengan serius, kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah bisa semakin menurun.
"Kami hanya ingin transparansi dan keadilan. Jangan sampai dugaan ini berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan," ujar Nanda Saragi.
Di sisi lain, Abdul Rahman menegaskan bahwa pihak Inspektorat siap bekerja sama dengan Kejaksaan dan pihak-pihak terkait lainnya untuk menuntaskan penyelidikan ini.
"Kami tetap berkomitmen untuk menjalankan tugas kami dengan baik dan memastikan tidak ada pelanggaran dalam penggunaan dana BOK," katanya.
Masyarakat kini menunggu, apakah penyelidikan yang dilakukan Inspektorat mampu memberikan hasil yang memuaskan atau justru menambah panjang daftar kasus dugaan korupsi yang berakhir tanpa kejelasan.